"...Walaupun banyak negeri kujalani Yang masyur permai dikata orang, Tetapi kampung dan rumahku Di sanalah ku merasa senang Tanahku tak kulupakan Engkau kubanggakan ...".
Perjalanan ribuan kilometer dengan melewati seluruh propinsi di Sulawesi memang sulit untuk ditolak. Rasanya ini akan menjadi petualangan yang paling jauh yang pernah dilakukan.
Sebetulnya saya ga ada rencana mau ke tempat ini. Tujuan saya sih cuma liat-liat Stasiun Cisauk aja, trus kembali pulang. Nah saya sempet liat ada postingan teman tentang Tebing Koja, dan iseng saya coba cek di Google Map ternyata lokasinya masih di sekitar Tangerang tapi berbatasan dengan Kab. Lebak. - Mer Dha
Saya cek stasiun terdekat dengan lokasi Tebing Koja tersebut adalah Stasiun Maja. Mumpung masih di wilayah Tangerang, saya langsung aja cusss melanjutkan perjalanan naik kereta ke Stasiun Maja dengan waktu tempuh 45 menit melalui 7 Stasiun. Ternyata Stasiun Maja juga lumayan bagus dan bersih, pokoknya keren lah.
Keluar dari stasiun saya disambut layaknya tamu kehormatan oleh orang-orang di luar stasiun. Mereka berteriak antusias kepada saya : "Ojek pak... Ojeknya Pak.". Bangga... Terharu... karena disambut di daerah yang belum saya kenal. Hehehe...
Pilihan untuk ke lokasi yang paling mudah dan cepat adalah menggunakan Ojek. Cuma di sana belum ada Ojek Onlen, jadi masih menggunakan ojek konvensional. Saya naik ojek ke lokasi ditempuh selama 30 menit dengan ongkos 25 ribu sekali jalan. Ternyata Stasiun Maja itu masuk ke wilayah Kabuaten Lebak, sedangkan Tebing Koja berada di wilayah Kabupaten Tangerang, tepatnya Desa Cikuya, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang.
Jadi perjalanan saya dengan ojek melintasi perbatasan kabupaten di sebuah jembatan yang melintasi Sungai Panunggulan (menurut si mamang ojeknya), cek video. Kemudian masuk ke jalan kampung yaitu Desa Gegunungan.Ada 3 Desa yang saya lalui, kenapa saya tau lewati 3 desa? Karena ciri khas batas desa itu adalah ada 10-15 meter jalanan yang tidak dicor. Biasalah, klu di border line suka ga jelas urusannya. Btw, jalanan desanya ok lho... dicor semua, padahal dipelosok. Kata mamang ojeknya sudah hampir setahun dicor menggunakan dana desa. Wuiiih mantap lah, pembangunan merata sampe desa.
Akhirnya saya sampe lokasi, tempat parkirannya sih lumayan cukup luas. Selanjutnya saya masuk ke lokasi dengan membayar tiket sebesar 5 ribu saja. Kita jalan 50 meter dah sampe di titik atau spot foto. Di spot foto ada warung dan saya berkenalan dengan pemiliknya yaitu Kang Yudi, dan akhirnya dia banyak bantu saya foto-foto. Bagus-bagus hasil foto nya, karena mungkin sudah terbiasa bantu foto tamu-tamu yang datang.
Untuk ke lokasi ini menggunakan mobil, bisa melalui Tol Jakarta-Merak dan keluar di Balaraja. Kemudian melanjutkan perjalanan ke arah Cisoka atau Maja. Sebelum SMP 2 Solear ada pertigaan dan belok ke arah kanan, kemudian luruuuus aja ikutin jalan sambil tanya-tanya ama warga setempat biar ga nyasar. Jalannya coran tapi cukup satu mobil, jadi klu ada mobil dari arah depan bisa dicari ruang yang agak besar untuk melipir.
Oya, sebelum Tebing Koja ada obyek wisata kecil dan buatan yaitu Rumah Liliput (maaf ga sempat kefoto). Sering dimanfaatkan untuk foto-foto juga termasuk foto prewed.
Nanti kalau ke sana, cobain naik perahu (bayar lagi) dan foto di spot-spot yang lain, terutama di bagian bawah. Disarankan datang ke sana hari biasa karena ga rame, nah klu wiken disarankan Sabtu pagi, karena siang dikit dah rame. Klu Minggu apalagi, ramae banget.
Gunung Sumbing adalah gunung api dengan tinggi 3.371 Mdpl, merupakan gunung tertinggi ke tiga di pulau Jawa setelah Gunung Semeru dan Gunung Slamet. Gunung ini memiliki 2 puncak yaitu Puncak Buntu (3362 Mdpl), dan Puncak Sejati (3371 Mdpl). Dari puncaknya bisa melihat hampir seluruh gunung di Jawa Tengah mulai dari gunung Sindoro, Slamet, Merapi, Merbabu, Prau, Lawu, Ungaran, Telomoyo hingga Andong. Gunung Sumbing terletak di tiga kabupaten Jawa Tengah yaitu kabupaten Magelang, Temanggung, dan Wonosobo, bersandingan dengan Gunung Sindoro karena letaknya yang berdekatan dan sering disebut dengan gunung kembar. Terdapat tiga jalur untuk mencapai puncak Gunung Sumbing, yaitu Jalur Cepit Parakan, Jalur Bowongso, Jalur Kaliangkrik, Jalur Banaran, dan Jalur via Garung. Read More
Jika berkunjung ke Kota Malang, sempatkan untuk singgah di Hutan kota Malabar, yang terletak di wilayah Kelurahan Oro-oro Dowo Kecamatan Klojen. Dijamin betah deh berlama-lama di hutan kota yang memiliki luas 16.178 m2 itu.
Saat memasuki gerbang utama kita akan menemukan tulisan Otsuka di bagian depannya. Otsuka ini adalah perusahaan yang ikut memelihara dan merawat keberadaan Hutan Kota ini. Perusahaan yang memproduksi Pocari Sweat itu turut peduli dengan hutan yang juga berfungi sebagai resapan air itu.
Pada awalnya yaitu pada zaman Belanda adalah lahan kosong yang dimanfaatkan tempat bermain anak-anak dari kampung sekitar. Kemudian karena lokasinya berada di dataran rendah kemudian difungsikan sebagai sebagai resapan air. Saat kita masuk ke bagian dalamnya kita akan menemukan kolam yang disebut ”Bozem” yang berfungsi sebagai tampungan air dari wilayah sekitar.
Hampir semua lokasi ditumbuhi oleh pohon dan tanaman hutan, dan setiap pohon ada papan nama yang menjelaskan nama pohon termasuk bahasa latinnya. Penamaan dengan papan nama ini juga bagian dari bantuan dari Otsuka. Pada sisi timur, terdapat tanaman Cemara Angin yang apabila angin bertiup akan menimbulkan bunyi "desis", jadi jangan kaget saat duduk-duduk di sini tiba-tiba ada yang berbisik, sis,sis... itu hanya suara angin yang menerpa dedaunan. Sedangkan pada sisi barat terdapat satu jenis pohon Soga yang sampai detik ini masih tegak berdiri di area plasa l, selebihnya tanaman perdu dan hamparan rumput yang cukup instagramable untuk foto-foto.
Awalnya nama Hutan Kota Malabar adalah "Kebon Rodjo" atau ”Bon Rodjo". Hal tersebut dikarenakan sebagai tempat bermain bola dan lempar lembing oleh anak-anak di sekitar lokasi (apa hubungannya coba?). Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1999/2000, Pemerintah Kota Malang mulai membenahi lokasi ini dengan menambah pohon penghijauan sebanyak kurang lebih 500 bibit, terdiri antara lain pohon Bungur, Glodokan Lokal, Glodokan Tiang, Sono Kembang, Sengon Butho, dan Beringin.
Pada tahun 2013 Pemerintah Kota Malang mengukuhkan lokasi ini sebagai HUTAN KOTA MALABAR, sesuai nama lokasinya yaitu di Jalan Malabar, dengan Surat Keputusan Walikota Malang No. 220/2013. Tahun demi tahun penghijauan terus diupayakan dengan tujuan menambah rindang Ruang Terbuka Hijau, Fungsinya menjadi konservasi air, resapan air dan paru-paru kota. Selain itu juga menjadi sebagai penyeimbang lingkungan perkotaan, sekaligus sebagai tempat rekreasi yang menyegarkan.
Hingga saat ini usaha penanaman pohon terus dilakukan baik oleh Pemerintah Kota Malang maupun peran serta masyarakat, Perguruan Tinggi dan swasta seperti perusahaan Otsuka tadi. Data terakhir jumlah pohon berkisar 1500 pohon yang tersebar merata di seluruh area. Cuma satu yang kurang yaitu tidak ada bunga-bunga yang berwarna warni di tempat ini. Mungkin jika ditanamkan akan menambah kecantikan hutan ini.
Setiap daerah atau kota biasanya mempunyai oleh-oleh yang
khas untuk buah tangan. Tidak terkecuali dengan Bogor. Kalau dulu jika
mendengar orang berkunjung ke kota yang terkenal sebagai kota hujan itu
langsung terbersit oleh-oleh berupa talas. Karena di daerah ini terkenal dengan
tumbuhan bertunas dengan kualitas baik dan bentuknya yang besar.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, oleh-oleh berupa
talas Bogor mulai tergerus oleh makanan
atau kuliner khas lainnya yang mulai banyak
dicari orang seperti toge goreng, roti mini, asinan dan oleh-oleh lainnya. Ada
satu yang cukup menghebohkan kehadirannya di dunia peroleh-olehan yaitu
hadirnya Lapis Bogor Sangkuriang pada tahun 2011.
Lapis Bogor Sangkuriang hadir sebagai makanan khas Bogor
yang langsung digemari karena bahan bakunya terbuat dari tepung talas, yang
juga merupakan makanan khas Bogor era sebelumnya. Cemilan Bogor ini menjadi
favorit karena rasanya cocok untuk selera orang Indonesia dan juga praktis
dalam penyajian. Tinggal beli, potong dan dapat langsung dihidangkan. Hingga
datang suatu masa kalau orang jalan-jalan ke Bogor pasti beli oleh-olehnya
Lapis Bogor Sangkuriang ini.
Seiring dengan banyaknya permintaan akan oleh-oleh khas
Bogor ini, maka berlaku juga hukum ekonomi tentang supply and demand. Beberapa
merek bermunculan dengan menggunakan Lapis Talas sebagai bahan bakunya. Beberapa
pembeli ada yang terkecoh dengan hadirnya produk sejenis, namun bagi pelanggan
yang sudah merasakan perbedaan rasa tentu tidak akan tergoda, walau harga yang
ditawarkan lebih murah. Padahal dari segi hargapun Lapis Talas yang asli dijual
dengan harga terjangkau.
A post shared by Travelopedia_ID (@travelopedia_id) on
Lapis Bogor Sangkuriang hadir dengan rasa dan varian yang beragam. Favoritnya adalah original keju. Namun ada juga varian lain dapat dicoba yaitu : original extra cheese, full talas keju, brownies keju, coco pandan keju, strawberry keju, chocovila, dan teh hijau keju.
Rasa original keju yang menjadi favorit konsumen
Saat ini cukup banyak tersedia outlet yang menjual Lapis Bogor Sangkuriang. Selain di Jalan Sholeh Iskandar, juga tersedia di Jalan Pajajaran hingga Cibinong. Selain itu tersedia juga di reseller yang tersebar di wilayah Bogor.
Kalau malas mengunjungi outlet-outlet tersebut karena macet atau antri, kita juga bisa memanfaatkan layanan go-food. Tinggal pesan dari aplikasi Go-jek kita tinggal klik kue mana yang akan dipesan. Praktis kan.
Mendapat kesempatan kembali ke Kota Medan langsung membuat jadwal ke tempat-tempat yang belum sempat dikunjungi sebelumnya. Disela-sela tugas kantor yang cukup padat merayap, disempetin aja untuk mencicipi beberapa kuliner khas Medan.
Kebetulan kita menginap di Hotel yang berada di tengah kota yaitu Grand Aston City Hall. Lokasinya persis di depan Merdeka Walk, sentra kuliner yang selalu ramai menjelang malam. Dan saat siang sesaat setelah tiba kita langsung ke Merdeka Walk sebelum check-in. Setelah putar-putar dan membuat semakin lapar akhirnya kita memutuskan untuk makan di McDonalds. Sebuah pilihan yang absurd. Di Jakarta dan Bogor juga banyak atuh kang, gak bosan? Pengen nyobain Mekdi dengan ayam dari Medan alasannya :)
Setelah check-in dan istirahat sejenak di hotel yang di bagian depannya memang ada bangunan cagar budaya kantor balai kota Medan jaman dulu, malamnya kami memutuskan untuk kulineran di sekitar kota. Pilihannya jatuh ke Mie Ayam Akong & Acim yang terletak di perempatan Jalan Perniagaan Medan Barat.
Walaupun pemiliknya Tionghoa namun makanan ini halal. Mie ayam ini termasuk legendaris karena sudah puluhan tahun berjualan dan anak-anaknya sudah bersekolah di luar negeri (apa hubungannya ya?). Untuk melengkapi kenikmatan kita dapat memesan minuman lokal jenis soda dengan merek Badak buatan Siantar.
Rencananya setelah makan mie ayam kita mau langsung ke hotel untuk mempersiapkan acara besok. Namun karena masih ada sisa-sisa ruang kosong di bagian perut, kita sepakat untuk makan duren di mana lagi kalo bukan di Ucok Durian. Tahun lalu sempat ke tempat ini juga dan sekarang tempatnya semakin ramai. Durennya makin banyak dan harganya juga sudah hampir sama dengan harga Jakarta. Tapi kalo soal rasa, kalo kata orang sunda mah "moal gagal" artinya nggak akan gagal rasanya pasti manis dan mantap. Kita tinggal bilang mau rasa yang manis atau manis-pahit. Kalo manis yang biasa, tapi kalo manis-pahit rasanya agak strong dan cepat naik. Untuk ukutan kecil harganya Rp 50.000 per butir. Malam itu kami hanya menghabiskan 2 butir untuk 4 orang (1 orang nggak makan, 2 orang makan dikit, 1 orang makan banyak)
Hari kedua kami awali dengan sarapan di hotel. Ternyata nemu juga kuliner khas Medan yaitu Lontong Kari Medan berjajar dengan makanan seperti roti, bubur, nasi, kentang yang sebagian resep dari luar negeri. Saya memilih Lontong Kari dengan topping teri kacang, abon sapi dan tauco serta kerupuk khasnya yang berwarna merah. Kalau tidak ada jadwal acara rasanya bakal berlama-lama di resto ini sampai jam 10 saat closing.
Saat siang setelah tugas selesai, selanjutnya kami meneruskan wisata kuliner di kota yang terkenal dengan Bika Ambon-nya itu. Destinasi pertama ada Restoran Tip Top. Restoran ini juga merupakan restoran legendaris yang dibangun sejak tahun 1938. Jadi Tip Top ini pernah disinggahi oleh tentara Belanda, Jepang dan tentara nasional untuk sekedar ngopi-ngopi dan makan es krim.
Rekomendasinya es krim dan kue. Semua bahan yang digunakan masih persis seperti jaman dulu, termasuk membakarnya dengan menggunakan kayu arang (untuk kue ya bukan es krim). Sementara saya pesan kopi susu Sidikalang. Awalnya saat icip-icip terasa pahit arabica-nya. Namun lama-lama menjadi agak manis. Kok unik ya. Lalu diseruput sampai hampir habis terlihat ada cairan putih ternyata susu kental. Ternyata kopinya belum diaduk pembaca.
Sebelum balik ke hotel, lagi-lagi kami mampir dulu ke tempat kuliner yaitu Bolu Meranti dan Risol Gogo. Kedua tempat itu memang gak ada matinya. Saat ke sana antrian cukup padat merayap. Kami hanya pesan untuk diambil besok pagi agar masih terasa fresh.
Setelah leyeh-leyeh dan membuat report, malamnya kami kembali kulineran lagi. Kali ini tempat yang dikunjungi adalah Restoran Garuda. Restoran ini legendaris juga dengan menu khas kepala kakap. Namun malam itu kami hanya pesan ayam pop yang enaknya gak kalah juga. Restoran Garuda ada beberapa cabang di Medan dan ternyata di Jakarta ada cabangnya juga di Jalan Sabang.
Masih belum puas, kami lanjutkan dengan makan kerang di pinggir jalan. Kerangnya ternyata masih fresh banget terbukti masih pada idup. Beberapa teman malah ada yang nambah. Saya sih cukup satu porsi ditutup dengan teh tarik dingin.
Selanjutnya kami kembali ke Ucok Durian lagi. Bukan, bukan untuk makan lagi. Tapi kami pesan untuk dibungkus dan dibawa esok pagi untuk dibawa ke Jakarta. Jadi mereka juga terima take away. Pesan sesuai selera, rata-rata menggunakan wadah ukuran sedang dengan harga berkisar Rp 100.000 - Rp 250.000.- Mereka akan tutup rapat dengan menggunakan lakban dengan sangat rapat, karena takut tercium saat di pesawat. Dan ingat, paket durian ini tidak boleh dibawa ke kabin, harus masuk bagasi. (Terbukti saat kami pulang, di kabin pesawat tercium bau durian, petugas langsung mengendus setiap bungkusan mencurigakan, dan menemukan pancake durian dan terpaksa harus disita). Jadi sepertinya satu lakban bisa dihabiskan hanya 2-3 paket, saking rapetnya. (Saat bongkar oleh-oleh dirumahpun, orang rumah bilang, "ini ngebuka bungkusnya lebih susah dibanding buka durennya langsung.")
Hari terakhir diawali dengan malas-malasan di tempat tidur yang sangat posesif. Angka sudah menunjukkan jam 9 lebih, satu jam lagi breakfast tutup. Buru-buru kami turun makan sambil masih bercelana pendek dan belum mandi. Late check-out jam 1 siang sambil mikir mau ke mana lagi sambil nunggu terbang jam 7 malam nanti. Akhirnya diputuskan makan siang dulu terus mampir ke Istana Maimun. Sebuah Istana peninggalan Kesultanan Deli.
Keunikan dari Istana Maimun yang dibangun pada tahun 1888 ini adalah arsiteknya yang merupakan akulturasi dari budaya Melayu dan Islam, termasuk unsur seni dari negara Italia, India dan Spanyol. Untuk masuk kita dikenakan tiket sebesar Rp.5.000,- kita bisa masuk dan berkeliling seluruh istana. Kita juga ditawarkan untuk menyewa baju adat dan dapat berfoto di mana saja. Awalnya nggak ngeh, kirain yang pake baju adat itu orang-orang yang ditugaskan di sana. Jadi saat ada mbak-mbak yang pake baju adat saya minta dia bergaya di depan salah satu area. Mbaknya hanya senyum-senyum aja. Baru nyadar setelah temannya yang fotoin dia bergaya. Jadi malu sendiri. Untung bukan inang-inang yang aku suruh begaya, bisa dilempar awak ini.
Setelah puas keliling Istana Maimun, kami memutuskan untuk segera ke Bandara Kuala Namu. Sebenernya sih pengen nyobain naik kereta bandara yang keren itu, tapi karena sudah menyewa mobil untuk tiga hari full service dengan terpaksa ditunda lagi naik keretanya. Semoga suatu saat bisa kembali dan mencoba keretanya.
Tiba di bandara masih 3 jam lagi untuk boarding. Beruntung di bandara ini ada yang namanya Rest Area. Di tempat ini kita bisa tidur-tiduran karena ada kursi yang memanjang berderet bisa untuk rebahan. Jadi kalo mau nginep juga sepertinya bisa, dengan catatan siapa cepat dia dapat. Lalu ada free internet plus komputernya. Kebetulan hari itu ada deadline satu postingan dan masih sempat dibuat di tempat itu. Tapi inget jangan lupa logout ya. Selain itu ada juga colokan listrik untuk nge-charge yang sekarang menjadi kebutuhan pokok para traveler (sandang - pangan - casan).
Dan akhirnya, saat boarding telah tiba. Duduk manis di 45K (window), siap-siap terbang kembali ke Jakarta. Rasa kantuk mendadak hilang. Akhirnya memilih nonton film "The Accountant"nya Ben Affleck yang belum sempet ditonton saat di bioskop. Ternyata seru juga ya. Walau cuaca agak buruk gak keganggu karena anteng nonton film ini. Saat ditawari makan, akhirnya luluh juga karena laper. Lalu lanjut nonton lagi. Dan ajaibnya film ini selesai saat pas landing di Soekarno Hatta Airport.
Selesai sudah perjalanan kali ini yang lebih banyak wisata kulinernya ya dibanding wisata lainnya. *brb cek bagasi*
"Kalau gosip di lambeturah itu selalu ada aja yang baru walaupun orangnya itu-itu saja, di Indonesia juga tiba-tiba ada aja lokasi baru buat di-eksplore. Ngga habis-habis, bahkan untuk tempat yang sudah pernah didatangi sampai dua-tiga kali. Menyenangkan!"- Chichi Utami
Mau ngapain weekend ini? Islands hopping di Belitung gimana? Kalau lagi cuaca bagus, “lompat-lompat” antar pulau-pulau kecil di seputaran pulau Belitung ini adalah hal yang wajib untuk dilakukan. Kalau cuaca mendung, biasa-biasanya perahu-perahu yang digunakan untuk kegiatan “lompat-lompat” ini ngga mau jalan. Dari pada kenapa-kenapa kan. Masalahnya cuaca bagus atau ngga ini kayaknya tergantung amal dan ibadah masing-masing. Hehe. Hehe. Ngga ding. 😜 Menurut lokal guide waktu saya ke sana kemarin, kalau memang mau islands hopping paling aman datang ke Belitung adalah antara bulan Maret sampai dengan bulan September. Di luar itu, cuaca biasanya ngga stabil. Jadi kadang bisa berangkat kadang ngga. Saya kemarin ke Belitung bulan Oktober dan beruntung bisa berangkat islands hopping. 😁
"Indonesia, dengan ribuan pulau dan jutaan keindahannya, adalah sebuah negara yang tak akan habis dijelajahi seumur hidup. Kalau bukan sekarang, lalu kapan lagi? "- Arievrahman
Legenda mengatakan, ada sepasang tugu kembar di ujung-ujung Indonesia, yang satu di Sabang; satunya di Merauke, yang mana keduanya dipisahkan oleh ribuan pulau-pulau yang menyambung menjadi satu, Indonesia. Sabang terletak di ujung barat Indonesia pada provinsi Daerah Istimewa Aceh, sementara Merauke terletak di ujung timur Indonesia pada provinsi Daerah Khusus Papua. Dua daerah yang mengapit 32 provinsi lainnya di Indonesia
Namun tak ada yang mengatakan, bahwa perjuangan untuk menemukan kedua tugu itu tak sesingkat lagu yang digubah oleh R. Suharjo, sebuah lagu perjuangan berjudul Dari Sabang sampai Merauke.
"Indonesia itu ibarat kotak coklat yang isinya berbagai macam bentuk dan rasa, walaupun berbeda beda setiap destinasi di Indonesia punya kelebihan masing masing dan semuanya indah." Barry Kusuma
Flores adalah destinasi favorite saya, karena Flores punya satu paket lengkap keindahan alam maupun kekayaan budayanya yang sangat kental dan masih terjaga sampai saat ini. Buat kamu pencinta laut, kawasan Taman Nasional Komodo inilah gudangnya pantai pantai cantik dan undwerwaternya juara. Kalau kamu suka budaya, saya sarankan untuk landtrip dari Labuan Bajo sampai Larantuka dijamin bakal banyak nemuin budaya masyarakat Manggarai yang masih terjaga sampai saat ini.
Kunjungan terakhir berwisata ke kawasan Monumen Nasional atau kerap disebut Monas termasuk melihat museum di dalamnya ketika masih jaman SMA. Saat itu bersama dengan teman satu sekolah mengadakan darma wisata mengunjungi beberapa tempat wisata di kawasan Jakarta. Tidak banyak yang berubah dari isi Museum Sejarah Nasional tersebut. Di bagian bawah masih menyajikan diorama seputar sejarah terbentuknya NKRI mulai dari jaman pra sejarah, era kerajaan, jaman kemerdekaan, pemberontakan PKI hingga bergabungnya Irian Jaya ke pangkuan bumi pertiwi.
Diawali diorama tentang manusia Indonesia purba.
Dan diakhiri diorama pembebasan Irian Barat.
Namun ada satu episode sejarah NKRI yang terlewatkan, atau belum diupdate, yaitu peristiwa 98 yang berujung jatuhnya pemerintahan Soeharto pada waktu itu. Bagi yang mengalami peristiwa itu tentu tidak akan terlupakan dan berharap tidak terulang lagi. Diawali dengan berbagai demo yang diinisiasi oleh para mahasiswa di berbagai universitas, hingga terjadi peristiwa penembakan oleh aparat yang menyebabkan 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti meninggal dunia. Peristiwa ini dinilai menjadi pemicu gelombang kemarahan rakyat yang menyebabkan kerusuhan di Jakarta dan merembet ke kota-kota lainnya. Hingga akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto mundur sebagai Presiden RI.
A photo posted by Harris Maulana 🔵 (@harrismaul) on
Sepedih apapun, peristiwa tersebut harus tercatat dalam sejarah, agar dapat diketahui oleh anak cucu kelak. ”Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah”. Pesan yang disampaikan oleh Bung Karno pada pidato di depan MPRS, 17 Agustus 1966, yang kemudian dikenal sebagai pidato Jasmerah. Tentu dalam memaparkan peristiwa tersebut harus benar-benar netral dan murni tanpa intimidasi serta tidak merugikan pihak lain. Semoga dalam waktu dekat, peristiwa 98 segera hadir mengisi salah satu diorama di Museum Sejarah Nasional tersebut.\
Kawasan Monas sendiri sudah cukup banyak berubah dibanding ketika saya berkunjung waktu itu. Area sekitar sudah steril dari PKL dan juga tukang foto yang hanya bisa menawarkan jasanya di pintu masuk depan Istana Negara. Untuk memasuki cawan dan puncak Monas pun sekarang tidak perlu lagi menggunakan tiket kertas, tapi menggunakan kartu Jakarta One yang mempunyai banyak fungsi. Dapat juga digunakan untuk memasuki museum lain yang dikelola oleh Pemda DKI, bahkan bisa untuk naik Transjakarta, . Penggunaan kartu ini sangat mudah, kita tinggal isi ulang jika saldonya sudah habis, persis seperti kartu debit.
Harga tiket terusan ke puncak Monas yang memiliki ketinggian 132 meter itu untuk anak-anak Rp.4.000,- mahasiswa Rp.8.000,- dan dewasa Rp.15.000,- Bagi yang belum mempunyai kartu Jakarta One dapat membeli langsung diloket seharga Rp.20.000,-
View Monas dari Yello Hotel Kamar 2902. Istana Negara pun terlihat.
Saat malam pun tugu Monas menjadi berwarna-warni. Saat kami menginap di Yello Hotel Harmoni, Jalan Hayam Wuruk No.6 Jakarta, terlihat dengan jelas penampakan Monas yang berwarna ungu. Untuk mendapatkan view Monas di hotel ini kami menempati kamar 2902 di lantai 29 yang merupakan lantai paling tinggi. Kamar ini dapat dipesan saat reservasi. Dari kamar inipun dengan jelas dapat terlihat Istana Negara. Pokoknya puas deh liat Monas dari pagi, siang, sore sampe malam hari.
Biasanya kalau kita menginap di sebuah hotel atau resort tempat itu merupakan singgahan saat kita berwisata. Jadi kita akan berwisata ke tempat lain, kemudian setelah setelah baru kita menginap di hotel atau resort tersebut. Namun apa yang kita lakukan minggu lalu adalah kita benar-benar beristirahat dan malas-malasan di tempat itu.
Selamat Datang di Trizara Resort
Bersama dengan teman-teman travel blogger yang selama ini lebih sering berjumpa di dunia digital seperti Duo Indohoy : Mumun dan Vira, pasangan Ariev Rahman dan Dapur eh Gladies, Mbak Terry NegeriID, Mbak Windy dari I Was Here ID,Dita dari Mizan, Marischka dan Koh Ferry serta yang punya resort eh acara Mbak Trinitym rencananya akan kami menginap selama 3 hari 2 malam di Trizara Resort, sebuah tempat peristirahatan yang mengadopsi tenda sebagai tempat akomodasinya. Namun tenda tersebut bukan tenda biasa karena segala fasilitas pendukungnya sangat memadai. Itulah mengapa penginapan sistem seperti ini disebut glamping, kependekan dari glamour camping alias kemping mewah.
Trizara Resorts berada diantara Kota Bandung dan Lembang, termasuk dalam wilayah Kabupaten Bandung Barat. Lokasinya dapat dijangkau melalui jalur Cimahi atau Padalarang dan tidak melewati Jalan Setiabudhi yang macetnya nggak abis-abis apalagi saat weekend. Jadi dari jalan tol kita bisa langsung menuju lokasi.
Perjalanan kami tempuh selama kurang lebih 3 jam, itupun diselingi 2 kali mampir di rest area dan minimarket. Dan tepat jam makan siang kita sudah sampai di lokasi. Dua teman dari Bandung ikut bergabung dalam acara ini yaitu IGers @PutriAnindya atau Puan yang punya followers 500K dan Kang Uyul atau @niseng yang punya followers 200K. Gokil ya followersnya banyak banget, kayaknya 1 dari 5 orang Bandung follow mereka. Jangan-jalan Love mereka lebih banyak dari followers kita *ngumpet*
Cuaca yang mendung-mendung asoy membuat kita pengen segera masuk tenda dan leyeh-leyeh. Saya sendiri kebagian menginap bareng Kang Uyul di tenda Netra No.11 yang pemandangannya langsung menghadap Gunung Tangkubanparahu yang legendaris itu. Dan ternyata kita dapet single bed. Hmmm...
Pesan Tipe Netra No.11 dapet view kayak gini.
Malemnya setelah makan makan kita langsung mengadakan acara utama yaitu perayaan ulang tahun Trinity yang ke-3. Maksudnya ini ulang tahun yang dirayakan ke-tiga kalinya untuk tahun ini, pertama di Maldives, kedua di Bali dan ketiga di tempat ini. Warbiasayah hehe. Oya Trinity ini lahir tanggal 11 Januari. Tanggalnya istimewa banget ya sampe Arman Maulana nyiptain lagu khusus untuk itu :)
Happy Birthday Trinity !!!
Birthday Girl dapet hadiah syal hasil rajutan istri *promo* :D
Setelah acara selesai hujan mulai turun, awalnya gerimis, kemudian membesar dan membuat suasana Lembang yang dingin menjadi tambah dingin. Kita sih asik aja ngobrol-ngobrol seputar dunia travel, tentang perjalanan terakhir, tentang perjalanan terseru, dan sebagainya. Trinity juga cerita "the untold stories" yaitu cerita perjalanannya yang karena satu dan lain hal tidak pernah dipublikasikan di bukunya. Sampai kita lelah akhirnya kita kembali ke tenda masing-masing untuk beristirahat.
***
Keesokan harinya kita semua bangun terlambat, nggak ada yang zumba padahal sudah dijadwalkan jam 7 pagi. Untuk sarapan pun baru dilakukan menjelang closing sekitar jam 10 pagi. Setelah sarapan kita sempatkan keliling resort sambil foto-foto keluarga. Setelah itu kita ngobrol-ngobrol lagi sambil menunggu makan siang. Jadi judulnya menunggu makan setelah makan. Wah alamat nambah berat badan ini mah. Padahal rencananya sih pengen nyoba panahan, salah satu atraksi yang bisa dilakukan di Trizara ini.
Foto Keluarga Travel Blogger (Foto : Ferry Rusli)
Fake pose dulu (Foto : Ferry Rusli)
Setelah makan siang dengan menu khas sunda yang maknyus, kita kembali ke tenda masing-masing, cuaca mulai mendung dan saat yang tepat untuk leyeh-leyeh di tempat tidur. Menjelang sore kami kembali berkumpul kali ini bertemu dengan Pak Kunal yang merupakan owner dari Trizara Resort ini. Beliau mengucapkan terima kasih atas kehadiran rekan-rekan travel blogger yang bersedia menginap di tempat ini. Dia juga berharap masukan dari kami semua apa yang perlu ditambah atau diperbaiki di tempat ini. Menurut kita-kita sih tempat ini udah nyaman banget buat beristirahat dan menghabiskan waktu sambil bermalas-malasan. Tidak berapa lama hujan rintik mulai turun, kita terpaksa pindah ke ruang makan sambil memesan kopi. Ternyata di tempat ini tersedia juga coffee shop lengkap dengan baristanya. Saya sendiri pesan Piccolo yang terbuat dari kopi arabica Kintamani dan Toraja.
Pak Kunal ini mirip dengan Reza Rahardian ya :)
Tanpa terasa hari mulai gelap dan kita langsung saja memesan makan malam. Setelah itu kali ini kita bermain kartu Werewolf sampai waktu tenang selesai. Permainan werewolf ini seru banget, agak sulit juga kalau diceritakan, lebih baik kita langsung praktekkan saja ya kalo ketemu :). Dan baru tengah malam kita kembali ke tenda. Ternyata masih belum puas ngobrolnya, dan diteruskan sampai jam 2.30 pagi.
Dan keesokan harinya kita kembali kesiangan. Kembali late breakfast, setelah itu siap-siap packing sebelum check out. Oya sebelum kembali ke Jakarta kita sempet ketemu dengan beberapa teman travel blogger yang akan menginap, diantaranya yang lagi hits Mas Sinyo alias Koper Traveler. Kontan beberapa teman blogger yang baru ketemu langsung minta foto bareng :)
Begitulah pengalaman kami saat menginap selama 3 hari 2 malam di Trizara Resort. Rasanya sebentar sekali dan tidak ingin pulang. Semoga suatu saat bisa kembali lagi dan bermalas-malasan lagi di tempat ini.