Dalam rangka program "Dukung Pelestarian Badak Jawa" WWF (World Wildlife Fund) Indonesia mengadakan trip bersama media dan bloggers ke Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Beruntung saya terpilih menjadi salah satu blogger yang ikut berangkat mengunjungi rumah sang "Badak Jawa".
Jumat malam (15-Juni-2012) kami semua sudah berkumpul di kantor WWF Indonesia. Sejumlah jurnalis media dan bloggers siap menjelajah dan beberapa dari kami inilah pertama kali mengunjungi TNUK termasuk saya :)
Perjalanan menuju TNUK di tempuh dalam waktu 7 jam. Dari Jakarta kami berangkat pukul 7 malam melalui jalan tol Merak dan keluar dari Serang Timur, dilanjut melalui Pandeglang, Labuan, Sumur dan akhirnya tiba di Villa Cinibung jam 2 pagi.
Kami menginap di villa milik salah seorang kerabat dari WWF Indonesia. Villa ini terletak tepat di tepi pantai. Setelah sarapan kami segera berangkat menuju lokasi yang akan digunakan acara #RunRhinoRun tanggal 24 Juni nanti.
Melewati area persawahan yang masih hijau dan akhirnya tiba ditepi Pantai Sumur yang sangat jernih dan hijau. Terlihat dengan jelas Pulau Umang di tengah laut.
Dalam kesempatan tersebut saya sempat ngobrol bareng dengan Dedi seorang ranger dari TNUK. Dedi bercerita bahwa dia baru sekali bertemu dengan badak setelah 11 hari melakukan camping di dalam hutan. Sepanjang dia bekerja selama 15 tahun, itulah pertama kalinya bertemu dengan sang badak. Jadi menurutnya sangat sulit jika ingin bertemu secara langsung dengan badak, karena badak tersebut sangat sensitif, pemalu dan tidak suka dengan bau manusia. Jadi jangan berharap banyak kita ke Ujung Kulon bisa bertemu badak secara langsung.
Setelah melakukan trekking sepanjang 10 km akhirnya kami tiba kembali ke villa. Setelah makan siang kami melakukan kunjungan ke desa yang berbatasan dengan TNUK. Penduduk desa tersebut membuat souvenir berupa patung badak yang terbuat dari kayu limbah yang sudah tidak terpakai. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama sebagai petani atau nelayan. Selama ini mereka dibina oleh pihak TNUK dan WWF Indonesia. Mereka diberi modal, diberi pelatihan dan dibantu untuk pemasaran produknya. Selain patung badak mereka juga membuat kerajinan dari anyaman daun pandan seperti tas, dompet, sejadah serta kerajinan poci yang terbuat dari pohon kelapa. Setelah berkeliling dari desa ke desa pengrajin lainnya akhirnya kami kembali ke Villa Cinibung pukul 9 malam.
***
Hari ketiga di Ujung Kulon kami melakukan perjalanan ke Pulau Handeuleum. Dengan menggunakan boat dalam waktu 1 1/2 jam akhirnya tiba di pulau tersebut. Pulau ini merupakan tempat penangkatan rusa dan kami beruntung bisa melihatnya. Selanjutnya kami melakukan perjalanan menuju muara Cigenter.
Dengan menggunakan kano yang berisi 5-7 orang, kami mendayung ke bagian dalam wilayah yang termasuk dalam Pulau Jawa bagian paling barat. Akhirnya kami tiba di hutan dimana badak berada. Setelah menelusuri kurang lebih 1 km kami menemukan jejak badak yang baru dilewati 2 hari yang lalu. Itu menurut Pak Sumardi yang sangat mengerti perilaku badak. Kami juga menemukan tempat dimana badak berkubang. Badak paling suka berkubang, dia tahan 4-5 hari tidak mandi, tapi paling tidak tahan kalau tidak berkubang, minimal satu hari satu kali mereka berkubang. Berkubang berfungsi untuk menghilangkan kuman-kuman yang menempel dalam tubuh badak tersebut.
Setelah puas kami kembali melakukan perjalanan ke padang savana dimana habitat banteng-banteng berkumpul untuk melakukan aktifitas. Namun sayang saat kami kesana banteng-banteng tersebut sedang tidak ada di tempat. Setelah melakukan eksplorasi di tempat tersebut akhirnya kami kembali ke kano, mendayung menuju boat di tengah laut dan kembali ke Villa di Cinibung.
Sebelum kembali ke Jakarta kami bertemu terlebih dahulu dengan Kepala Balai TNUK, DR Haryono. Beliau dengan antusias menjelaskan keberadaan badak jawa yang berada TNUK ini. Melalui video yang dipasang sebanyak 40 buah di dalam hutan, terekam ada sekitar 35 ekor badak yang masih hidup. 5 diantaranya anak-anak.
Dalam kesempatan tersebut ditampilkan juga video yang menampilkan badak-badak yang tertangkap kamera tersebut. Adapun cara kerja kamera yang disebar yaitu kamera tersebut akan otomatis menyala jika menangkap suhu tubuh atau makhluk hidup yang melewatinya. Jadi bukan hanya badak saja yang terekam, manusia pun jika melewati kamera tersebut akan terekam. Setiap 10 hari kamera-kamera tersebut diperiksa dan pemeliharaan alat.
Dan akhirnya kami bisa menyaksikan badak-badak tersebut walau hanya dalam bentuk video, karena untuk melihat secara langsung sangat tidak memungkinkan.
Jadi dalam perjalanan kali ini kami berhasil "bertemu" dengan badak sebanyak 3 kali. Pertama adalah dengan patung badak yang dibuat oleh pengrajin, yang kedua dari video yang direkam oleh TNUK dan ketiga adalah patung badak besarnya sama dengan aslinya yang berada di jalan menuju TNUK.
Dengan melihat langsung keberadaan badak di TNUK kami menjadi sangat bersemangat untuk lebih peduli lagi dengan program pelestarian badak jawa ini. Run Rhino Run!
0 comments:
Post a Comment