Tepat jam 08:30 tim berangkat menuju destinasi pertama yaitu Desa
Sawarna yang berada di wilayah Bayah, Banten. Untuk menghemat waktu,
kami tidak melalui jalur Ciawi yang sering macet, namun kami memotong
jalan via Jalan Cipaku Bogor hingga tembus di daerah Cihideung, sesudah
Lido. Memang sih jalannya jadi sedikit curam dan berliku, namun Terios
TX yang kami gunakan dapat melibas medan dengan mudah. Dari Cihideung
kemudian menggunakan jalan alternatif lagi kemudian muncul di
Parungkuda. Dari situ kami juga menggunakan jalur alternatif lagi
melalui Cikidang yang melewati Sungai Citarik yang terkenal dengan arung
jeram-nya. Kurang lebih satu jam melewati kawasan perkebunan dan hutan
kami sudah tiba di Palabuhanratu tepat jam 12:00 sesuai dengan rencana.
Jadi pas banget dengan waktunya makan siang yang kali ini diadakan di
sebuah rumah makan tepat berada di tepi pantai.
Di daerah Cikidang menjelang Palabuhanratu |
Dalam hitungan menit menu seafood yang dihidangkan habis tanpa sisa. Bisa jadi karena lapar atau lapar banget :) Pukul 13.30 perjalanan dilanjutkan kembali dengan pemandangan laut pantai selatan di sebelah kiri. Jalur yang dilalui kali ini lebih ekstrim dibanding yang tadi. Tiba-tiba ada tanjakan terjal 45 derajat, bahkan tikungan tajam hampir 180 derajat. Diperlukan kegesitan pengemudi untuk menghadapi itu semua dan tentu saja performa kendaraan. Dalam perjalanan juga sempat mengambil gambar video untuk kepentingan sebuah tayangan acara otomotif di TV nasional (nanti jadwal tayangnya dikabari ya :)) Jadi "sang sutradara" memberikan aba-aba via handy talky yang ada di setiap kendaraan, kapan harus jalan pelan, harus konvoi atau melaju cepat, semua harus menyimak apa yang diucapkan via HT.
Tanpa terasa akhirnya setelah menempuh perjalanan sepanjang 180 km dari Sentul, Bogor kita semua tiba di Desa Sawarna. Waktu menunjukkan tepat pukul 15:30. 6 jam perjalanan memang bukan waktu yang singkat untuk sebuah perjalanan darat, apalagi medan yang dilalui cukup menguras stamina baik pengemudi ataupun penumpang. Namun berkat kenyamanan Terios TX ini semua itu hampir tidak terasa. Terbukti kami semua langsung menuju Pantai Sawarna walau harus berjalan kaki sepanjang 800 meter terlebih dahulu untuk mencapainya. Melewati jembatan goyang yang terbuat dari kayu, kemudian melewati rumah penduduk yang kebanyakan sudah berubah fungsi menjadi homestay dan warung.
Hamparan pasir dan ombak yang besar menyambut kami di sore yang agak mendung itu. O ini ya Pantai Ciantir Sawarna, gumam saya dalam hati. Pantainya sih terlihat biasa saja, namun ketika saya melihat ke sebelah kiri nampak dari kejauhan sebuah eh dua buah batu yang cukup besar berada di bibir pantai. "Itu Batu Layar" ujar Wira, salah seorang blogger. Walau terlihat cukup jauh, rasa penasaran mengalahkan segalanya. Sambil melihat bule-bule yang sedang surfing, kita berjalan kaki menuju Pantai Batu Layar. Beberapa orang menyebutnya juga sebagai Pantai Tanjung Layar. Sudah 15 menit berjalan tapi kok belum sampai juga ya. Jadi seperti melihat Monas di Jakarta, terlihat dari jauh tapi pas dideketin kok nggak nyampe-nyampe :D
Dan ketika sudah jelas terlihat didepan mata, saya hanya bisa mengucap syukur sudah menjejakkan kaki ditempat ini. Satu mahakarya yang Tuhan ciptakan ada di tempat ini. Dua buah batu besar yang disebut Batu Layar berdiri gagah ditepi pantai dikelilingi karang-karang yang kokoh, ditemani dengan deburan ombak sepanjang hari, saya hanya bisa bergumam : Luar Biasa! Kini terjawab sudah, mengapa saya begitu sering mendengar di kalangan blogger traveler sebuah tempat wisata yang indah bernama Sawarna. Ditambah lagi dengan hadirnya sunset yang indah, sungguh suatu senja yang sempurna.
Sawarna 2 October 2013
@harrismaul
0 comments:
Post a Comment