Ekspedisi Terios 7 Wonders "Amazing Celebes Heritage"
memasuki hari ke-2 dan destinasi yang akan dikunjungi adalah Kampung Suku Bajo
yang berada di Desa Torosiaje, Gorontalo. Keunikan dari kampung ini adalah
seluruh rumah dan fasilitasnya berada di atas laut. Ya benar-benar di atas
lautan lepas pantai Torosiaje, Gorontalo. Saat kami mengunjungi kami menggunakan sampan
tradisional yang dapat diisi penumpang sebanyak 5 orang. Dalam kurun waktu
kurang lebih 10 menit kita sudah sampai di dermaga Kampung Bajo. Kami disambut
oleh Pak Tama yang menjadi kepala dusun di Kampung Bajo. Pak Tama menjelaskan
tidak hanya rumah penduduk saja yang berada di kampung di atas laut ini, tetapi
ada juga pusat pemerintahan tingkat desa, aula, masjid, hingga penginapan umum.
Jadi seperti sebuah kampung pada umumnya.
Welcome to Bajo |
Selanjutnya Pak Tama menjelaskan bahwa mereka yang menghuni
kampung ini adalah Suku Bajo dan suku lainnya jika ada yang menikah antar suku.
Pak Tama sendiri aslinya orang Makassar, namun karena beliau menikah dengan
seorang suku Bajo, akhirnya dia menetapkan diri untuk tinggal di kampung ini. Adapun
alasan mengapa dia mau tinggal di tempat ini karena ia merasakan ketenangan
karena jauh dari kebisingan kendaraan dan dekat dengan pekerjaan sehari-hari
yaitu sebagai nelayan, jadi jika ingin melaut tinggal turun saja karena perahu
selalu disandarkan di belakang rumahnya.
Kampung Bajo, Kampung di atas laut, Torosiaje Gorontalo |
Lebih jauh Pak Tama menjelaskan bahwa suku Bajo ini banyak
tersebar di pesisir pantai di seantero nusantara, bahkan sampai ada juga yang
terdampar di Philipina. Awal mulanya kerajaan Bajo terdapat di wilayah Selat
Malaka. Saat itu sang raja kehilangan puteri satu-satunya saat sedang berada di
laut. Mendengar sang puteri hilang kemudian sang raja memerintahkan segenap
pengawal dan rakyatnya untuk mencari keberadaan sang putri. Sebagai abdi
kerajaan dan rakyat yang patuh, mereka para pengawal dan rakyat bahu membahu
mencari keberadaan sang putri di lautan. Begitu sayangnya sang raja kepada
putrinya, beliau memerintahkan kepada para pengawal dan rakyatnya yang akan
melakukan pencarian hingga terucap kata, "Jangan kalian pulang sampai
puteriku ditemukan!"
Dan sejak saat itu para pengawal dan rakyat suku Bajo mencari
keberadaan sang puteri di segala penjuru lautan. Mereka tidak berani pulang
karena tidak menemukan sosok sang puteri. Mereka lebih memilih tinggal di
setiap pesisir pantai yang disinggahinya. Itulah sebabnya keberadaan suku Bajo
ada di segenap penjuru nusantara. Mereka ada di Labuan Bajo, Nusa Tenggara
Timur, Wakatobi, Kendari, bahkan hingga ada yang terdampar kepulauan Sulu di
Philipina Selatan dan Thailand. Dan semua itu mereka tinggal di atas laut!
Bagi Suku Bajo hidup di atas laut adalah sebuah pilihan. Mereka pernah mencoba untuk hidup seperti manusia normal di daratan, namun setelah dijalani tidak bertahan lama. Mereka kembali ke kehidupan di atas lautan. Menghirup udara laut, menikmati kesunyian dan deru ombak tanpa henti. Suku Bajo juga dikenal sebagai manusia yang mahir menahan nafas di dalam air hingga beberapa menit, bahkan ada yang bisa mencapai 11 menit. Kegiatan yang mereka lakukan adalah menyelam untuk mencari ikan atau lobster yang berada di dasar laut. terungkap juga Cerita tentang adanya "manusia ikan" yang selama ini keberadaannya menjadi misteri. Pak Tama mengungkapkan bahwa sang manusia itu memang ada. Seng - nama manusia ikan tersebut - hidup di lautan. Menyelam cukup lama dan hanya tidur di atas papan yang mengambang di laut. Namun sayang pada tahun 2007 meninggal dunia dalam usia 38 tahun. Saat ini keluarganya pun masih ada.
Sejak kecil anak-anak suku Bajo sudah mengenal laut |
Setelah panjang lebar menceritakan sejarah suku Bajo, Pak Tama
kemudian mengajak kami berkeliling kampung. Melihat kehidupan yang hampir sama
dengan daratan, hanya bedanya di atas laut saja. Di sana ada warung, bengkel,
bahkan nama jalanpun ada. Listrik dan air PDAM juga sudah masuk dan menjadi
fasilitas yang memadai. Pondasi rumah yang ditopang oleh kayu Gopasa terlihat
sangat kokoh, bahkan bisa bertahan hingga 30 tahun.
Suasana jalan di dalam Kampung Bajo |
Satu lagi terungkap misteri keberadaan sejarah suku Bajo yang akan
menjadi sebuah catatan budaya di nusantara. Tidak terasa waktu terus berjalan
dan kami melanjutkan perjalanan lintas propinsi dari Gorontalo menuju Palu di
Sulawesi Tengah yang kami tempuh dalam waktu 8 jam melewati daerah Kasimbar dan Toboli yang melewati pegunungan dan
pesisir pantai. Rasa lelah hilang seketika sesaat setelah tiba di Kota Palu dan
menyantap sup daging lembu yang menjadi kuliner khas daerah ini : KOLEDO
Koledo, kuliner khas Kota Palu. |
0 comments:
Post a Comment